Efek PPN 12% di Sektor Properti, Harga Rumah Alami Lonjakan?

Pemerintahan Indonesia di bawah arahan Presiden Prabowo menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk barang dan jasa kategori mewah menjadi 12%. Efek PPN 12% yang efektif mulai Januari 2025 ini nyatanya juga berdampak di sektor properti.

Dampak di sini bukan hanya soal harga properti saja. Namun reaksi dan daya beli masyarakat juga turut mengalami perubahan.

Efek PPN 12% di Sektor Properti

Kebijakan untuk menaikkan tarif PPN mulai Januari 2025 bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara Indonesia. Selain itu, kebijakan ini diharapkan mampu mendukung pembiayaan di berbagai program pembangunan prioritas.

Di sejumlah sektor, kenaikan PPN 12% ini membawa pengaruh yang cukup signifikan. Seperti yang disebutkan oleh Wakil Ketua Umum Real Estat Indonesia (REI), Bambang Ekajaya, dampak PPN 12% menjadi pemicu melambungnya harga jual unit properti dan reaksi negatif terhadap para calon pembelinya.

Lonjakan Harga Rumah

Pemberlakukan PPN 12% sudah barang tentu akan memengaruhi harga pembelian dan sewa rumah ataupun apartemen. Lonjakan harga hunian apartemen ini mungkin akan menjadi lebih tinggi.

Memang benar jika lonjakan hanya mencapai 1% ketimbang tahun lalu. Namun bisa saja hal tersebut memberikan efek berganda (multiplier effect).

Bambang Ekajaya menyebut, harga rumah atau apartemen bisa naik hingga 3-5% efek PPN 12% ini. Lantaran building material naik, transport naik, tenaga kerja untuk bangunan naik, maka tidak heran jika harga akhir hunian juga mengalami kenaikan.

Kenaikan ini juga bukan hanya berpengaruh untuk pembelian properti saja. Akan tetapi juga biaya sewa, yang berakhir memberatkan konsumen.

Daya Beli Masyarakat Menurun

Tarif PPN 12% yang berdampak pada kenaikan harga properti menyebabkan menurunnya daya beli masyarakat. Joko Suranto selaku Ketua Umum REI turut memperkirakan bahwa penjualan properti setelah diberlakukannya kebijakan ini bisa turun hingga 50%.

Kebijakan pajak tersebut akan memperbanyak pengeluaran ketika masyarakat tengah membeli hunian. Hal ini menjadikan kemampuan daya beli masyarakat bakal semakin rendah.

Apabila kondisi ini terus terjadi, para pengembang properti akan merasakan pula imbasnya.

Memperkecil Akses Mempunyai Hunian

Tidak sedikit para pelaku usaha di lini properti yang tergabung dalam asosiasi REI berpendapat bahwa kebijakan PPN naik 12% malah mempersulit akses masyarakat dalam membeli tempat tinggal. Sebab, jika kebijakan berlaku, beban yang ditanggung masyarakat semakin besar adanya.

Jika sudah begitu, target pemenuhan ketersediaan rumah yang layak jadi sulit tercapai. Terlebih mengingat daya beli masyarakat terhadap properti yang belum tumbuh juga.

Dampak terhadap Properti Mewah

Sedangkan untuk properti dengan harga di atas Rp 30 miliar, yang termasuk kategori barang mewah, kenaikan PPN menjadi 12% tidak memberi imbas yang signifikan. Ferry Salary, kepala Research Colliers Indonesia menyebut harga rumah Rp 30 miliar ke atas di tanah air masih sedikit jumlahnya.

Oleh karena itu, pengaruhnya terhadap penjualan properti kategori tersebut tidak terlalu besar.

Efek PPN 12% di sektor properti cukup menjadi perhatian besar, terumat soal lonjakan harga rumah dan menurunnya daya beli masyarakat. Untuk menjaga stabilitas dan pertumbuhan properti di tengah pemberlakukan kebijakan perpajakan ini, mungkin diperlukan kebijakan lain yang bisa menjadi penyeimbang.